Minggu, September 30, 2007

RENUNGAN HARI MINGGU BERSAMA RM. MARYA



Mg Biasa XXVIc:

Am 6:1a.4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31


"Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita."




Ceritera ini saya terima dari rekan sekomunitas yang baru saja bertemu dengan seorang kyai, dan karena bagi saya begitu mengesan maka saya angkat kembali di sini. "Wah bapak uskup nanti kalau naik ke sorga lebih membahagiakan dan nikmat dari saya", demikian kata sang kyai. "Lho kenapa pak kyai, khan pak kyai berdoa lima kali sehari, dan kami kurang dari itu?", tanggapan sang uskup. "Begini, di sorga itu yang ada adalah apa yang belum kita nikmati di dunia ini. Khan para pastor di dunia ini tidak boleh menikmati perempuan atau gadis cantik, dan kami di dunia ini tidak boleh makan sate babi. Jadi di sorga nanti paling-paling kami hanya disediakan sate babi dan para pastor disediakan gadis-gadis cantik dan montok serta dapat memilih seenaknya. Apa yang telah kita nikmati di dunia ini tidak ada lagi di sorga, sedangkan apa yang belum kita nikmati didunia ini di sorga disediakan banyak sekali". Omongan singkat ini mungkin sekedar humor tetapi kalau kita refleksikan secara mendalam rasanya benar juga, sebagaimana disabdakan dalam kisah Injil hari ini : "Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita." (Luk 16:25). Maka marilah kita refleksikan 'dialog antara Abraham dan orang kaya' yang diwartakan dalam Injil hari ini.


"Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita." (Luk 16:25).

Apa yang telah dan sedang kita terima dan nikmati di dunia sampai saat ini? Masing-masing dari kita kiranya berbeda satu sama lain perihal apa yang telah dan sedang diterima atau dinikmati, maka marilah dengan rendah hati, jujur dan transparan kita mawas diri. Dengan ini perkenankan saya secara sederhana memberi contoh-contoh mungkin berguna untuk mawas diri:


1) Suami-isteri. John Gray Ph.D. dalam bukunya yang berjudul "Men Are From Mars, Woman are From Venus", yang diterjemahkan dan diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama-Jakarta 1995 menjadi "Pria dari Mars, Wanita dari Venus", antara lain mengatakan bahwa (1) "Wanita perlu menerima perhatian, pengertian, hormat, kesetiaan, penegasan, jaminan, sedangkan Pria perlu menerima kepercayaan, penerimaan, penghargaan, kekaguman, persetujuan, dorongan" (hal 151). Yang dimaksud dengan wanita dan pria disini adalah isteri dan suami. Maka sebagai bahan refleksi silahkan masing-masing mawas diri: sejauh mana saya telah memberikan apa yang harus diterima dari pasangan hidup saya?


2) Orangtua. Wanita dan pria saling mengasihi menjadi suami-isteri dan karena kasih mereka sungguh dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap tubuh alias saling bersetubuh maka ada kemungkinan lahir anak sebagai buah kasih dan dengan demikian suami-isteri juga menjadi orangtua. Anak yang diciptakan / diadakan, dikandung dan dilahirkan oleh dan dalam kasih serta kebebasan juga harus menerima kasih dan kebebasan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Anak harus dididik dan dibina dalam kasih dan kebebasan. Kasih dan kebebasan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Sejauh mana orangtua telah mendidik dan membina anak dengan baik dan benar?

3) Anak-anak. Sebagai anak kita adalah 'buah kasih' dan telah menerima kasih begitu melimpah ruah dari Allah melalui orangtua kita masing-masing terutama dari ibu. Ingat: kita semua pernah menjadi anak atau saat ini juga masih menjadi anak alias orangtua masih hidup. Maka selayaknya kita sebagai anak hidup dijiwai oleh terima kasih dan syukur serta kemudian mengungkapkan dan mewujudkan terima kasih dan syukur tersebut kepada mereka yang telah mengasihi kita, antara lain dan terutama orangtua/ibu. Ingat syair lagu ini :"Kasih mama kepada beta, tak terhingga sepanjang masa". Kita harus hidup dijiwai terima kasih dan syukur sepanjang masa.

4) Pelajar/mahasiswa/pekerja. Semangat dan sikap belajar hendaknya menjiwai para pelajar, mahasiswa maupun pekerja. Untuk itu memang dibutuhkan keutamaan kerendahan hati, keterbukaan diri untuk menerima segala
kemungkinan dan kesempatan yang dapat mengembangkan dan mendewasakan kita. Para pakar pendidikan menganjurkan agar kita terus belajar sepanjang hidup kita: ongoing education, ongoing formation. Sejauh mana kita memiliki semangat dan sikap belajar serta mewujudkan dengan belajar terus-menerus?

5) Imam/bruder/suster. Imam, bruder atau suster antara lain berjanji untuk 'tetap perawan' alias tidak menikah serta menikmati buah-buah kenikmatan pernikahan yang terkait dengan hubungan seksual. Hidup tidak menikah demi Kerajaan Allah, begitulah motto yang menjadi pegangan. Salah satu buah cara hidup ini adalah persahabatan sejati, lebih-lebih persahabatan antar imam, bruder dan suster sendiri. Maka perkenankan saya kutipkan di sini, pedoman penghayatan dalam taraf psiko-sosial hidup tak menikah ,sebagaimana dikatakan oleh Sr.Joyce Ridick SSCC, Ph.D dalam bukunya "Kaul, harta melimpah dalam bejana tanah liat" (Penerbit Kanisius-Yogkarta 1987), hal 117-118, antara lain sbb: "mencintai kesunyian, mencintai karya dan panggilan hidupnya sendiri, ingin membahagiakan sahabat, kejujuran hati, kebebasan batin, cinta akan doa dan pada Yesus, tidak mengejar persahabatan dengan cara seperti dihayati oleh mereka yang berpacaran atau bertunangan misalnya: sentuhan tangan, birahi, rangsangan seksual dst.., semangat miskin, menghindari gejolak nafsu dan cinta romantis dst."


6) Yang beriman pada Yesus Kristus. Sebagai orang yang beriman pada Yesus Kristus kita diingatkan oleh Paulus demikian: "Engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan"(1Tim 6:11). Apa yang harus dijauhi adalah "cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."(1Tim 6:10). Orang yang tergila-gila akan uang atau memburu uang memang dengan mudah melupakan atau meninggalkan keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Dengan kata lain jika kita di dunia ini tergila-gila akan uang atau memburu uang, nanti di sorga harus berlatih dan berbuat adil, ibadah, setia, kasih, sabar dan lembut, sebaliknya jika di dunia ini kita senantiasa melakukan dan menghayati keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan, maka di sorga kita akan disediakan uang melimpah ruah.


Sebagai yang beriman pada Yesus Kristus kita dipanggil meneladan cara bertindakNya,sebagaimana diingatkan oleh Paulus tersebut. Menghayati keutamaan-keutamaan tersebut di atas pada dasarnya identik dengan menghormati, memuji dan melayani Tuhan dan sesama di dalam hidup dan kesibukan kerja setiap hari. Maka baiklah secara konkret kita menghormati, memuji dan melayani sesama dan saudara-saudari kita dimanapun dan kapanpun, karena jika di dunia ini kita dapat menghormati, memuji dan melayani sesama maka dengan mudah juga kita beribadah kepada Tuhan: menghormati, memuji dan melayaniNya. Untuk itu kiranya kita senantiasa harus berpikir positif (positive thinking) terhadap sesama kita alias melihat, mengakui dan mengimani apa yang baik, indah, luhur, mulia dalam diri sesama kita atau karya Roh Kudus dalam diri sesama kita yang lemah danrapuh. Pemeriksaan batin atau mawas diri setiap hari merupakan salah satu cara yang mendukung agar kita dapat bersikap dan bertindak demikian itu.


"(Berbahagialah) yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya!" (Mzm 146:7-10)


Jakarta, 30 September 2007

Tidak ada komentar: